Wednesday 12 January 2011

.mifkaisme weblog.

.mifkaisme weblog.


“Harta Karun” Dangding Haji Hasan Mustapa

Posted: 10 Jan 2011 11:12 PM PST

Beberapa hari yang lalu, saya berjumpa lagi dengan karya-karya Haji Hasan Mustapa (1852 – 1930). Ia adalah ulama, budayawan dan sastrawan Sunda yang lahir di Cikajang Kabupaten Garut, tanggal 3 Juni 1852 M. Saya jadi ingat, beberapa tahun yang silam, ketika saya masih kuliah semester 4 di UIN Bandung, saat itulah saya pertama kali perjumpaan saya dengan lembaran-lembaran dangding Haji Hasan Mustapa (HHM). Berulangkali saya baca, berulangkali saya cerna—labirin maknanya seperti tak pernah usai melempar diri saya di atas perahu kecil yang tak henti berperang dengan badai. Saya pun menepi, selebihnya sepi, bertahun-tahun sepi. Tapi toh kegelisahan tak serta merta bisa dikuras habis meski dalam waktu yang demikian panjang. Beberapa tahun kemudian akhirnya saya dipertemukan kembali dengan dangding-dangding HHM.  Kalbu saya kembali terkurung dalam senandung Puyuh Ngungkung dina Kurung.

Bathin saya tak henti dihantui dangding Hariring nu Hudang Gering. Pikiran saya berulangkali tersuruk dalam gugus Dumuk Suluk Tilas Tepus. Berdesakan pikiran saya dalam Sinom Pamake Nonoman, terhimpit Amis Tiis Pentil Majapait—pergulatan tak biasa dalam kerumunan “mantra” yang menyimpan makna nan luar biasa. Ya, pertama kali saya membaca dangding HHM, saya terpikat oleh pada (bait) dalam  Puyuh Ngungkung dina Kurung:

ngalantung méméh ngalantung,
ngalinjing méméh ngalinjing,
néangan méméh néangan,
nepi ka méméhna indit,
datang saméméhna iang,
indit saméméh mimiti…

Bait yang sederhana, tetapi menyimpan makna yang tak mudah dicerna, setidaknya bagi saya. Tapi sesulit apapun maknanya, entah kenapa, sulit pula bagi saya untuk melupakan pesonanya yang tak henti menghantui kesadaran saya. Begitulah, bait diatas adalah salah satu dangding yang tak henti “mengintrogasi” kesadaran saya sampai hari ini. Masih ada lebih dari 10.000 bait dangding lainnya–seperti laiknya 10.000 lebih orang yang menertawakan kejumudan hidup saya; bak 10.000 ulama yang menertawakan kekonyolan cara beragama saya; bagaikan 10.000 filosof yang menertawakan cara berpikir saya, dan seterusnya dan seterusnya.

Ya, dalam dangding-dangding HHM, saya seperti mencium aroma "harta karun" permenungan dan ajaran-ajaran yang sangat berharga, dan kita hari ini adalah orang-orang yang mempunyai tugas penting untuk menggali kekayaan makna-maknanya, agar tidak mati tenggelam di kubangan zaman. Kita patut bersyukur, karya-karyanya masih tetap hidup bersama kita, meski telah bertahun-tahun yang lalu ia wafat pada hari Senin, 13 Januari 1930 M. Ayo, kaum muda, sepatutnya juga kita terus menggali, menjaga dan tak henti mengapresiasi karya-karyanya. Hm, I ❤ HHM :)

 

Link Dangding:

Puyuh Ngungkung dina Kurung

Hariring nu Hudang Gering

Dumuk Suluk Tilas Tepus

Sinom Pamake Nonoman

Amis Tiis Pentil Majapait

 

Lainnya:


Filed under: Ω Catatan Harian Tagged: Amis Tiis Pentil Majapait, Dangding, Dumuk Suluk Tilas Tepus, Haji Hasan Mustapa, Hariring nu Hudang Gering, HHM, Naskah Lama, Puyuh Ngungkung dina Kurung, Sastrawan Sunda, Sinom Pamake Nonoman

No comments: